Senin, 07 Maret 2011

Sanksi FIFA bukan Kiamat

Sanksi FIFA bukan Kiamat

sumber: EDITORIAL


Senin, 07 Maret 2011 00:01 WIB


DUA pukulan telak datang beruntun menohok Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dalam sepekan terakhir. Pukulan yang semestinya membuat dia limbung kemudian ambruk.

Pukulan pertama menghantam Nurdin dan kroninya pada 28 Februari, ketika 84 dari 100 pemilik suara di PSSI mengajukan mosi tidak percaya. Dengan membawa bendera Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional, mereka mencabut mandat yang selama delapan tahun diberikan kepada Nurdin. Dengan mosi tidak percaya itu, Nurdin sebenarnya tak lagi punya basis pendukung yang luas dan kuat. Ia kehilangan fondasi yang selama ini menopangnya.

Pukulan kedua dari FIFA. Lewat Sidang Komite Eksekutif FIFA di Zurich, Swiss, pekan lalu, induk organisasi sepak bola sedunia itu menginstruksikan PSSI mengadopsi Standard Electoral Code yang berpedoman pada Statuta FIFA. Pasal 32 ayat 4 Standar Statuta FIFA tegas mengatur seseorang yang pernah dinyatakan bersalah atas tindak pidana tidak boleh dipilih menjadi anggota komite eksekutif, termasuk ketua umum. Akan tetapi, bukan Nurdin Halid dan kroninya kalau gampang ambruk. Mereka terus saja berkelit. Terhadap mosi tidak percaya, mereka berdalih anggota Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional tidak seluruhnya legal.

Terhadap titah FIFA, Statuta PSSI-lah yang bakal menjadi acuan, bukan peraturan FIFA. Mengapa? Karena Statuta PSSI menyebutkan hanya figur yang sedang menjadi terpidana pada saat kongres yang dilarang berebut tempat di komite eksekutif. Begitulah, tidak ada konsistensi. Kala tekanan bertubi-tubi datang menghunjam, Nurdin Halid dan kroninya berteriak hanya patuh kepada FIFA. Sebaliknya, ketika FIFA menginstruksikan agar patuh kepada Standard Electoral Code, mereka menentangnya dan akan memakai Statuta PSSI yang memang dibuat untuk menyelamatkan Nurdin Halid.

Sepak bola Indonesia memerlukan pembaruan. Untuk itu, kita mesti berani mengambil langkah yang paling pahit sekalipun. Antara lain pemerintah tak usah ragu untuk melakukan intervensi sekalipun dengan harga FIFA membekukan keanggotaan Indonesia. Diberi sanksi FIFA karena intervensi pemerintah lebih terhormat ketimbang dicoret FIFA karena PSSI tetap dipimpin terpidana.

Lagi pula, dicoret FIFA bukan berarti kiamat. Australia diskors pada 1960, tapi kini menjadi langganan Piala Dunia. Begitu pula Yunani yang dibekukan pada 2006. Dua contoh itu menunjukkan lebih baik mundur selangkah demi melompat jauh ke depan daripada membiarkan sepak bola Indonesia kembali ke zaman batu karena dipimpin Nurdin Halid dan kroninya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar